Saturday, 17 July 2010

REVIVE THE BATAK CULTURE

REVIVE THE BATAK CULTURE
by: Neneng Tarigan

http://www.tobaphotographerclub.com/data/media/7/Rumah_adat_karo.jpg


It was 25th June 2010, still sundown at 18.00 pm, I and Angie hurriedly driving through the traffic jam of the capital city in order to promptly arrive at the Haji Usmar Ismail Film Head Quarter, so that we would not be late for the REVIVE OF THE BATAK CULTURE program.

As a Batak Karo I am and Batak Tapanuli for Angie, we were both quite seldom to attend or even almost had never been to any particular Batak program like this one. However that night was so special for us to support the Maranatha Choir mission to Austria to compete in the World Choir competition together with the group of churches choirs from all over the world. Whatever the reason was, the effort of Maranatha group would have crafted a good name for Indonesia as a country and a nation that has been so pluralistic.

At 19.00 pm, we arrived at the Usmar Ismail Film Head Quarter. Not so many guests arrived yet; what it seen was the busy of the committee and the Batak Tapanuli's traditional percussion players named Batara Guru. Hm... that is quite similar with the name of a wise god in the Mahabharata epics. In the lobby of the building, Batara Guru play some of lovely Batak's songs with their traditional percussion, whereas just in front of them lies an exhibition of beautiful Batak woven clothes created by Batak designer Merdi Sihombing. Merdi used to live in Austria to deepen his study on textile; his Batak woven creation which used Swarowzky beads in most of his design has already have special costumers in Europe.

Beside of getting fund for the Maranatha Choir Group mission to Austria; Revive the Batak Culture program was also aimed at raising fund for building a school for children at Samosir Isle in Toba lake. A sincere idea of Merdi Sihombing.

Revive The Batak Culture program itself begun at 20.00 pm. Not many audiences present in the program, since almost all eyes of the people at that time were focused on South Africa where the world football match or the World Cup taken place. I my self is a great fan of the World Cup. Ever since the television exist, the World Cup event which is conducted every 4 years became my most awaited event ever. Nevertheless, that night I feel I was called to watch the Batak's Cultural Performance, beside of that my niece Lulu the daughter of my late cousin Maria Erbina Barus with late Singarimbun was also taken part as a committee of the program and she will join the Maranatha Group mission to Austria in July 2010. Few years ago, this group and Lulu were also went to Austria and won as the first winner of the world choir competition that time. What a prestige indeed.

That night the program was filled with Batak modernized dances, but oooiiii... besides the beautiful dances, the dancers also wore the unique, lovely and attractive Merdi's hand woven colorful clothes. The MC was also funny, the songs were also exclusively special especially those songs sung by Ramona Purba with his traditional Batak Karo Band Endakustik, and most specially the songs sang by Victor Hutabarat and Tio Fanta Pinem.

That night I really was swayed and admired by the uniqueness, and the beauty as well as the friendliness of Batak Lima Puak/the Five Tribes of Batak (Tapanuli, Karo, Simalungun, Dairi and sorry if Dairi is not the same with Simalungun). I felt so convenient with the ambiance and the songs because they were so lively and melodious. What sad was, although I am the product of mix marriage of Ambonese + Mandailing from my mom's side and Karo from my father's side. These tribes are famous in producing the top Indonesian singers, however none in our family has the talent.

Beside of dancing and singing performance the program was also interlude with the fashion show of well known beautiful models of the capital. They performed the Merdi Sihombing's creations. Ooooiii...although I am not rich, I was really eager to have just a master piece of this great young designer creations. He dreams to promote the traditional Batak's woven to international market. A solemnly idea indeed.

How lucky I was at the bid that night, because of the pro gesture of the young designer Merdi Sihombing and my favorite singer Victor Hutabarat, at last I was able to win a master piece of one of Merdi Sihombing's design. For me, that was the most expensive cloth I had ever bailed, although the historical value, the culture and uniqueness of the piece must have priced higher than what I paid. Thanks God I had the opportunity to have that Batak cultural creation.

The efforts and the results of the program was not really met with all of the efforts taken by the committee, the sponsors, the models, the designer, the singers and all of the artists who were present that night. Just if I am rich, I was able to help ..................
Nevertheless, it was such a wonderful night that I will treasure in my life together with my kid/niece Angie.

REVIVE THE BATAK CULTURE (Pembangkitan Kembali Budaya Batak)
Oleh: Neneng Tarigan

Hari itu tanggal 25 Juni 2010, masih pukul 18.00 senja hari, saya dan Angie buru-buru berkenderaan menembus kemacetan lalu lintas ibu kota untuk segera bisa mencapai Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan, agar tidak terlambat menghadiri acara REVIVE THE BATAK CULTURE. Sebagai orang yang masih berdarah Batak Karo untuk saya dan Tapanuli bagi Angie, kami memang jarang sekali atau hampir tidak pernah menghadiri acara-acara khusus budaya Batak seperti ini. Akan tetapi ini adalah malam yang sangat special untuk mendukung keberangkatan group koor Maranatha ke Austria bertanding merebut kejuaraan koor dari berbagai gereja dan kelompok gereja sedunia. Apapun alasannya, upaya ini pasti untuk keharuman nama bangsa dan negara Indonesia yang sangat majemuk ini.

Pukul 19.00 kami tiba di Gedung Pusat Perfilman. Belum banyak yang hadir; yang tampak adalah kesibukan panitia dan gendang tradisional Batak Tapanuli bernama Batara Guru. Hm... suatu nama yang mirip sekali dengan nama Dewa bijak dari kisah pewayangan Mahabarata. Di lobby gedung, Batara Guru memainkan dengan sangat indah lagu-lagu gending Batak, sedangkan didepannya terhampar tenun-tenun songket Batak yang luar biasa indah dari designer Batak ternama Merdi Sihombing. Merdi, pernah tinggal di Austria untuk belajar memperdalam mengenai tekstil; bahkan hasil karya tenun Bataknya yang menggunakan manik-manik Swarozky mendapat tempat dan penggemar sendiri di dunia fashion Eropa.

Acara the Revive Batak Culture ini selain menggalang dana untuk keberangkatan group koor Maranatha; juga ditujukan untuk pembangunan sekolah di Pulau Samosir Danau Toba. Suatu niat yang sangat luhur dari Merdi Sihombing.

Acara Revive The Batak Culture-nya sendiri baru dimulai pukul 20.00 malam. Tidak banyak yang hadir, karena hampir semua orang dan semua mata dunia saat itu tertuju ke Afrika Selatan, tempat diselenggarakannya pertandingan sepak bola dunia. Saya sendiri penggemar berat pertandingan sepak bola dunia. Sejak adanya televisi, maka Pertandingan Sepak Bola Dunia yang merupakan ajang pertandingan empat tahun sekali adalah event yang sangat saya nanti-nantikan. Namun malam itu saya terpanggil untuk menyaksikan pagelaran kesenian Batak, selain itu Lulu keponakan saya dari sepupu saya almarhum Maria Erbina Barus dan almarhum Singarimbun ambil bagian karena dia termasuk panitia yang akan turut berangkat dengan group Maranatha bulan Juli 2010. Beberapa tahun sebelumnya group ini dan Lulu juga pernah berangkat dan mereka memenangkan sebagai juara pertandingan koor sedunia tersebut. Sungguh membanggakan memang.

Acara malam itu diisi dengan tari-tarian Batak yang sudah di permodern, akan tetapi oooiiii... selain tariannya yang indah, mereka mengenakan kain-kain tenun Merdi Sihombing yang sangat unik, cantik dan menarik. Pembawa acaranya juga sangat kocak, apalagi lagu-lagu yang dibawakan oleh Ramona Purba dan group tradisional musik Batak karo-nya Endakustik sangat eksklusif sekali terutama lagu-lagu Batak yang dibawakan oleh Victor Hutabarat dan Tio Fanta Pinem.

Malam itu saya benar-benar dibuai dan mengaggumi tradisi Batak yang unik dan indah dan keakraban Batak Lima Puak (Tapanuli, Karo, Simalungun,Dairi dan Mandailing= hmmm, maaf bila mungkin Dairi sama dengan Simalungun.) Apapun alasannya, saya merasakan sangat nyaman dengan suasana dan lagu-lagunya yang merdu meriah. Sedihnya, saya merupakan hasil campuran dari perkawinan Ambon+ Mandailing ibu saya dan Karo adalah darah ayah saya. Suku-suku ini terkenal menghasilkan segudang penyanyi-penyanyi top Indonesia, akan tetapi didalam keluarga besar kami, tidak satupun yang berbakat.

Selain tari dan nyanyi, acara ini juga diselingi dengan fashion show dari pragawati ternama ibu kota yang cantik-cantik. Mereka memperagakan kain-kain tenun Merdi Sihombing yang indah. Ooooiii...walaupun tidak kaya, saya benar-benar ingin memiliki salah satu saja dari disain kreasi anak muda yang luar biasa ini. Dia bercita-cita mengangkat budaya dan tenun tradisional Batak. Suatu cita-cita yang sangat luhur.

Alangkah beruntungnya saya, pada acara lelang malam itu, berkat keberpihakan sang disainer muda Merdi Sihombing dan penyanyi kesayangan saya Victor Hutabarat, akhirnya saya bisa membawa sehelai disain unik Merdi Sihombing. Buat saya, itu adalah harga termahal yang saya tebus, walaupun sebenarnya nilai historis, budaya, keunikannya, beratus kali pasti lebih mahal dari harga yang saya tebus. Terimakasih Tuhan aku sempat memiliki hasil kaya budaya Batak.
Upaya dan hasil yang dibuahkan acara ini, benar-benar tidak sebanding sama sekali dengan seluruh upaya yang dikerahkan panitia, para pendukung, pragawati, disainer serta para penyanyi dan seniman yang hadir pada malam itu. Andai saja saya kaya dan dapat membantu...........
Akan tetapi, bagaimanapun juga, itu adalah malam yang indah yang akan saya kenang sepanjang masa bersama anak/ponakan saya Angie.

2 comments:

  1. Anda beruntung mendapat appresiasi yang demikian menghibur dan terhibur dibalik itu muncul keluhan andai aku kaya, akan dapat membantu.....
    Yang anda lihat adalah Hasil Suatu Budaya dari Zamannya . dan kita terpana dengan buah karya mereka pada zamannya tetapi kita sering terlena untuk menyadari bahwa zaman telah dan akan mengubah segalanya dan yang kita lihat sekarang hanyalah etalase hasil pendhulu. Pertanyaan pada kita hasil budaya yang akan kita tinggalkan untuk mereka yg akan datang untuk menunjukkan generasi kita sekarang mempunyai warisan budaya yg bernilai untuk generasi yg akan datang.

    ReplyDelete
  2. Mohon diralat Dairi bukanlah Simalungun, tetapi Pakpak adalah penguasa Dairi, justru Karo yang bersebelahan dengan Pakpak

    BTW tulisan yang bagus.. kalau dari maranatha pasti ikut IMKAMA..

    ReplyDelete

BUYING HOUSE ABROAD? CLICK HERE AND CHECK IT OUT!